Forum Profesional Film Indonesia

Adil dan Beradab
Sekarang ini Selasa Mar 19, 2024 2:23 pm

Waktu dalam UTC + 7 jam




Postkan topik baru Balas ke topik  [ 1 post ] 
Pengarang Pesan
 Subjek post: PP RI No.31 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL
PostDipost: Kamis Sep 27, 2012 8:35 pm 
Offline
Site Admin

Bergabung: Sabtu Mar 06, 2010 10:57 pm
Post: 37
Lokasi: INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2006
TENTANG

SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4408);

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM PELATIHAN
KERJA NASIONAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
2. Sistem Pelatihan Kerja Nasional yang selanjutnya disingkat Sislatkernas, adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai komponen pelatihan kerja untuk mencapai tujuan pelatihan kerja nasional.
3. Lembaga pelatihan kerja adalah instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja.
4. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
5. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI, adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat
kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Standar Internasional dan/atau Standar Khusus.
7. Sertifikat kompetensi kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI.
8. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
9. Pelatihan berbasis kompetensi kerja adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja.
10. Akreditasi adalah proses pemberian pengakuan formal yang
menyatakan bahwa suatu lembaga telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan pelatihan kerja.
11. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
12. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
13. Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat
BNSP, adalah lembaga independen yang bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Sislatkernas bertujuan untuk :
a. mewujudkan pelatihan kerja nasional yang efektif dan efisien
dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja;
b. memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan,
pembinaan, dan pengendalian pelatihan kerja;
c. mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh
sumber daya pelatihan kerja.

BAB III
PRINSIP DASAR PELATIHAN KERJA
Pasal 3
Prinsip dasar pelatihan kerja adalah :
a. berorientasi pada kebutuhan pasar kerja dan pengembangan
SDM;
b. berbasis pada kompetensi kerja;
c. tanggung jawab bersama antara dunia usaha, pemerintah,
dan masyarakat;
d. bagian dari pengembangan profesionalisme sepanjang hayat;
dan
e. diselenggarakan secara berkeadilan dan tidak diskriminatif.

BAB IV
PROGRAM PELATIHAN KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Program pelatihan kerja disusun berdasarkan SKKNI,
Standar Internasional dan/atau Standar Khusus.
(2) Program pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat disusun secara berjenjang atau tidak berjenjang.
(3) Program pelatihan kerja yang disusun secara berjenjang
mengacu pada jenjang KKNI.
(4) Program pelatihan kerja yang tidak berjenjang disusun
berdasarkan unit kompetensi atau kelompok unit
kompetensi.

Bagian Kedua
KKNI
Pasal 5
(1) Dalam rangka pengembangan kualitas tenaga kerja ditetapkan KKNI yang disusun berdasarkan jenjang kualifikasi kompetensi kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi.
(2) KKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 9 (sembilan) jenjang yang dimulai dengan kualifikasi sertifikat 1 (satu) sampai dengan sertifikat 9 (sembilan).
(3) KKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Pasal 6
(1) KKNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) menjadi acuan dalam penetapan kualifikasi tenaga kerja.
(2) Dalam hal sektor dan/atau profesi tertentu tidak memiliki atau tidak memerlukan seluruh jenjang pada KKNI, dapat memilih kualifikasi tertentu.
(3) Kualifikasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus menggunakan KKNI.

Bagian Ketiga
SKKNI
Pasal 7
(1) SKKNI disusun berdasarkan kebutuhan lapangan usaha yang sekurang-kurangnya memuat kompetensi teknis, pengetahuan, dan sikap kerja.
(2) SKKNI dikelompokkan ke dalam jenjang kualifikasi dengan mengacu pada KKNI dan/atau jenjang jabatan.
(3) Pengelompokkan SKKNI ke dalam jenjang kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan tingkat kesulitan pelaksanaan pekerjaan, sifat pekerjaan, dan tanggung jawab pekerjaan.
(4) Rancangan SKKNI dibakukan melalui forum konvensi antar asosiasi profesi, pakar dan praktisi untuk sektor, sub sektor dan bidang tertentu dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 8
SKKNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) menjadi acuan dalam penyusunan program pelatihan kerja dan penyusunan materi uji kompetensi.

BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 9
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan dengan metode pelatihan kerja yang relevan, efektif, dan efisien dalam rangka mencapai standar kompetensi kerja.
(2) Metode pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pelatihan di tempat kerja dan/atau pelatihan di lembaga pelatihan kerja.
(3) Metode pelatihan di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diselenggarakan dengan pemagangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan pelatihan kerja harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan untuk menjamin tercapainya standar kompetensi kerja.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan pelatihan kerja harus didukung dengan tenaga kepelatihan yang memenuhi persyaratan kualifikasi kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Kualifikasi kompetensi tenaga kepelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kompetensi teknis, pengetahuan, dan sikap kerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan kualifikasi kompetensi tenaga kepelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah yang telah memiliki tanda daftar atau lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
(2) Lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi pelatihan kerja setelah melalui proses akreditasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran lembaga pelatihan kerja pemerintah, perizinan lembaga pelatihan kerja swasta dan akreditasi lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VI
PESERTA PELATIHAN KERJA
Pasal 13
(1) Setiap tenaga kerja mempunyai kesempatan untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
(2) Untuk dapat mengikuti pelatihan kerja, peserta wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis dan tingkat program yang akan diikuti.
(3) Peserta pelatihan kerja yang memiliki keterbatasan fisik dan/atau mental tertentu dapat diberikan pelayanan khusus sesuai dengan keterbatasannya.

BAB VII
SERTIFIKASI
Pasal 14
(1) Peserta pelatihan yang telah menyelesaikan program pelatihan berhak mendapatkan sertifikat pelatihan dan/atau sertifikat kompetensi kerja.
(2) Sertifikat pelatihan kerja diberikan oleh lembaga pelatihan kerja kepada peserta pelatihan yang dinyatakan lulus sesuai dengan program pelatihan kerja yang diikuti.
(3) Sertifikat kompetensi kerja diberikan oleh BNSP kepada lulusan pelatihan dan/atau tenaga kerja berpengalaman setelah lulus uji kompetensi.
(4) BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi yang memenuhi persyaratan akreditasi untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal lembaga sertifikasi profesi tertentu belum terbentuk maka pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dilakukan oleh BNSP.
(6) Pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus mengacu pada pedoman sertifikasi kompetensi kerja yang ditetapkan oleh BNSP.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 15
(1) Menteri mengembangkan sistem informasi pelatihan kerja nasional untuk mendukung pelaksanaan Sislatkernas.
(2) Sistem informasi pelatihan kerja nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya memuat data dan informasi tentang :
a. SKKNI dan KKNI;
b. program pelatihan kerja;
c. penyelenggaraan pelatihan kerja;
d. tenaga kepelatihan; dan
e. sertifikasi.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihimpun dari semua pihak yang terkait dengan pelatihan kerja baik instansi pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta, serta informasi dari lembaga di luar negeri.
Pasal 16
Kegiatan sistem informasi pelatihan kerja nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan penyebarluasan data dan informasi.
Pasal 17
Sistem informasi pelatihan kerja nasional harus menjangkau sasaran yang luas, murah, dan mudah diperoleh masyarakat.

BAB IX
PENDANAAN
Pasal 18
(1) Pendanaan sistem pelatihan kerja baik yang menyangkut pembinaan maupun penyelenggaraan dilaksanakan berdasarkan prinsip efektif, efisien, akuntabilitas, transparansi, dan berkelanjutan.
(2) Pendanaan sistem pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan/atau penerimaan lain yang sah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pendanaan sistem pelatihan kerja diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB X
PEMBINAAN
Pasal 19
(1) Pembinaan Sislatkernas diarahkan untuk meningkatkan relevansi, kualitas, dan efisiensi pelatihan kerja serta standardisasi sertifikasi kompetensi kerja.
(2) Pembinaan Sislatkernas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pembinaan umum dan pembinaan teknis.
(3) Pembinaan umum terhadap Sislatkernas dilakukan oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(4) Pembinaan teknis terhadap pelaksanaan Sislatkernas di masing-masing sektor dilakukan oleh instansi pemerintah yang membidangi sektor yang bersangkutan.
(5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui perencanaan, bimbingan, konsultasi, fasilitasi, koordinasi dan pengendalian.

BAB XI
KOORDINASI
Pasal 20
(1) Koordinasi pelatihan kerja dilakukan oleh lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional yang dibentuk dengan Peraturan Presiden.
(2) Koordinasi pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi koordinasi dalam perencanaan, penyelenggaraan, pemberdayaan, dan pendanaan pelatihan kerja.

BAB XII
PELAKSANAAN SISLATKERNAS DI DAERAH
Pasal 21
(1) Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Sislatkernas di daerahnya sesuai dengan tugas dan wewenang penyelenggaraan otonomi daerah di bidang ketenagakerjaan.
(2) Pelaksanaan Sislatkernas di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlandaskan pada pedoman penyelenggaraan Sislatkernas yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
(1) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelatihan kerja yang telah ditetapkan oleh instansi teknis dan/atau lembaga lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penyesuaian peraturan tentang pelatihan kerja yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, wajib disesuaikan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1991 tentang Latihan Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 September 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 September 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 67
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan,
Bidang Politik dan Kesra,
Wisnu Setiawan




PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2006

TENTANG
SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

I. UMUM
Pelatihan kerja merupakan keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan. Oleh karena itu, pelatihan kerja merupakan salah satu jalur
untuk meningkatkan kualitas serta mengembangkan karir tenaga kerja.
Paradigma baru peningkatan kualitas tenaga kerja bertumpu pada tiga pilar
utama, yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta
sertifikasi kompetensi oleh lembaga yang independen. Standar kompetensi
kerja perlu disusun dan dikembangkan di berbagai sektor atau bidang
profesi, dengan mengacu pada kebutuhan industri atau perusahaan. Hal ini
penting, agar standar kompetensi kerja dapat diterima di dunia kerja atau
pasar kerja, baik secara nasional maupun internasional.
Standar kompetensi sebagaimana dimaksud di atas akan menjadi acuan
dalam mengembangkan program pelatihan. Untuk keperluan
pengembangan pelatihan berbasis kompetensi seperti ini, perlu ditata dan
dikembangkan keseluruhan unsurnya dalam satu kesatuan sistem
pelatihan berbasis kompetensi. Untuk mengetahui sejauh mana lulusan
pelatihan telah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan, perlu
dilakukan sertifikasi kompetensi melalui uji kompetensi.
Sertifikasi kompetensi tersebut di atas dilakukan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi yang independen. Hal ini penting, agar tidak terjadi konflik
kepentingan antara penyelenggara pelatihan sebagai produsen dan lembaga
sertifikasi sebagai penjamin mutu lulusan.
Ketiga pilar pengembangan kualitas tenaga kerja sebagaimana dimaksud di
atas, perlu disinergikan ke dalam suatu sistem pelatihan kerja nasional
(Sislatkernas).
Sistem Pelatihan Kerja Nasional merupakan panduan arah kebijakan
umum bagi terselenggaranya pelatihan secara terarah, sistematis, dan
sinergis dalam penyelenggaraan pelatihan di berbagai bidang, sektor,
instansi dan penyelenggaraan pelatihan dalam melakukan kegiatannya
sehingga tujuan pelatihan nasional dapat dicapai secara efisien dan efektif.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Peraturan Pemerintah ini
memuat antara lain:
- Tujuan Sislatkernas.
- Prinsip dasar pelatihan kerja.
- Program pelatihan kerja.
- Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
- Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
- Penyelenggaraan pelatihan kerja.
- Peserta pelatihan kerja.
- Sertifikasi.
- Sistem informasi, pendanaan, dan pembinaan Sislatkernas.
- Pelaksanaan Sislatkernas di daerah.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penerapan kualifikasi sertifikat 1 (satu) sampai dengan 9 (sembilan) disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing sektor .
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pelatihan di tempat kerja” adalah
pelatihan yang diselenggarakan dimana peserta pelatihan
dilibatkan secara langsung dalam proses produksi dengan
bimbingan instruktur dan/atau pekerja senior sesuai dengan
program pelatihan yang telah ditetapkan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pemagangan” adalah bagian dari
sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu
antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara
langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur
atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka
menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tenaga kepelatihan” dalam pasal ini
antara lain instruktur, tenaga perencana, penganalisis
kebutuhan pelatihan, pengembang kurikulum,
pengadministrasi, pemelihara sarana, pengelola pelatihan,
penyelia, dan pengelola lembaga pelatihan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerimaan lain yang sah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam ayat ini termasuk
penerimaan yang bersumber dari masyarakat yang dikelola
langsung oleh lembaga pelatihan swasta.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang d imaksud dengan “pembinaan umum” adalah
pembinaan yang bersifat nasional yang berlaku di semua
sektor dan daerah yang menjamin terlaksananya
Sislatkernas secara keseluruhan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pembinaan teknis” adalah
pembinaan yang bersifat sektoral yang menjamin
terlaksananya Sislatkernas di sektor yang bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional pada ayat ini sebagai
amanat Pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4637

_________________
Forum Profesional Film Indonesia
http://www.FPFI.org
admin@fpfi.org


Atas
 Profil  
 
Tampilkan post-post sebelumnya:  Urutkan sesuai  
Postkan topik baru Balas ke topik  [ 1 post ] 

Waktu dalam UTC + 7 jam


Siapa yang online

Pengguna yang berada di forum ini: Tidak ada pengguna yang terdaftar dan 3 tamu


Anda tidak dapat membuat topik baru di forum ini
Anda tidak dapat membalas topik di forum ini
Anda tidak dapat mengubah post anda di forum ini
Anda tidak dapat menghapus post anda di forum ini
Anda tidak dapat mempost lampiran di forum ini

Cari:
Lompat ke:  
cron
Powered by phpBB © 2000, 2002, 2005, 2007 phpBB Group